
KONFRONTASI-Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat menilai wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menerapkan kurikulum baru tidak tepat dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Ia beralasan, masih banyak masalah substansial lain yang lebih penting diselesaikan.
"Rencana kurikulum 2021 menurut saya dalam kondisi saat ini kurang tepat. Pembelajaran dan ranah pendidikan kita ini sekarang berada dalam suasana yang kita sebut krisis pendidikan," kata Rakhmat dilansir CNNIndonesia.com, Sabtu (12/9).
Sebelumnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mewacanakan penerapan kurikulum baru pada sekitar Maret 2021. Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud, Maman Fathurrahman menyebut, implementasinya bakal dilakukan untuk tahun ajaran baru 2021/2022.
Merespons rencana tersebut, Rakhmat mengingatkan, penerapan kurikulum baru perlu waktu yang panjang. Apalagi, di Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Itu sebab, pemerataan akses jadi isu yang penting diperhitungkan sebelum memberlakukan kurikulum baru.
Berkaca pada kasus sebelumnya, Kurikulum 2013 bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai diterapkan sekolah di penjuru daerah.
"Dan itu pun hanya efektif di daerah yang SDM (sumber daya manusia) mampu. Akibatnya banyak daerah sudah dua sampai tiga tahun masih melakukan Kurikulum 2006," tutur dia.
Kendala umum yang ditemukan di daerah yang telat mengimplementasikan Kurikulum 2013 menurut dia, ada pada perbedaan kualitas SDM dan pemahaman guru.
Masalah lain pendidikan di tengah pandemi ini, Rakhmat membeberkan, banyak sekolah di pelbagai penjuru daerah yang masih berjuang memastikan pembelajaran tetap bisa berlangsung kendati sarana dan prasarana terbatas. Menurut dia, Kemendikbud mestinya fokus membantu situasi ini.
Ketimpangan pendidikan, kata dia, menjadi kendala utama metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi.
Itu sebab, menurut dia, rencana Nadiem menerapkan kurikulum baru di tahun ajaran 2021/2022 terlalu dini. Dengan asumsi, hingga kini belum diketahui kapan pandemi akan berakhir.
Sementara Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Golkar Ferdiansyah menyampaikan, guru seringkali gagal memahami setiap perubahan kurikulum pemerintah pusat.
"Yang kami dapatkan di lapangan bukan keluhan soal diubah atau tidak diubah. Ini kan belum dipahami secara utuh setiap perubahan kurikulum," ungkap Ferdiansyah kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Selasa (8/9).
Ferdiansyah mengaku, pihaknya tidak menentang wacana perubahan kurikulum. Hanya saja ia mengingatkan, proses perubahan kurikulum perlu waktu dan kajian yang panjang.
Ini berkaca pada sejumlah perubahan kurikulum yang kerap terjadi di dunia pendidikan. Dalam kurun 20 tahun terakhir, pemerintah telah lima kali mengubah kurikulum.
Yang pertama perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi pada 2004. Kemudian diganti menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada 2006. Lantas diganti lagi, menjadi Kurikulum 2013, yang kemudian direvisi pada 2016.
Selang empat tahun kemudian, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Nadiem untuk mengubah kurikulum pada masa jabatannya. Kemendikbud lalu merencanakan penerapan kurikulum baru secara bertahap pada tahun ajaran 2021/2022, tak sampai dua tahun setelah bos Gojek tersebut menjabat.
Karena itu Ferdiansyah mengatakan, penyusunan kurikulum baru hingga penerapan di lapangan harus dipikirkan secara matang oleh pemerintah. Perubahan kurikulum menurutnya, harus dimulai dengan pemetaan kemampuan guru dan siswa per kabupaten/kota, serta memetakan kendala pendidikan di lapangan.
"Jangan anak peserta didik dijadikan kelinci percobaan yang mengarah ke kegagalan apabila tidak dilakukan kajian yang komprehensif dan mengetahui kondisi lapangan yang utuh," lanjut dia.
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim mengatakan masih ada sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 tahun ini, setelah direvisi pada 2016 lalu.
Ia menilai Kemendikbud terlalu terburu-buru dalam meluncurkan kurikulum baru. Menurut Satriwan, padahal guru juga membutuhkan waktu untuk memahami dan mengimplementasikan kurikulum dengan baik.
"Tahun 2020 itu target Kemendikbud menggunakan kurikulum 2013 di seluruh Indonesia. Faktanya 2019 itu masih banyak guru yang belum terapkan Kurikulum 2013. Bahkan banyak sekolah yang baru mulai menerapkan di tahun 2019 dan 2020," ungkap dia diwartakan CNNIndonesia.com, Senin (7/9).
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud Maman Fathurrahman menjelaskan, kurikulum baru bakal menginstruksikan guru mengajar sesuai kemampuan siswa. Jadi, guru harus mengidentifikasi setiap siswa dan memberi materi kemampuan mereka.
"Akan ada banyak pilihan atau kebebasan untuk implementasi. Dan satuan pendidikan dapat menggunakan yang disiapkan pemerintah atau mengembangkan sesuai karakteristik visi dan misi sekolah," ungkapnya, Jumat (4/9).[mr/cnn]