
BANGUNAN sekolah yang ambruk di Sekolah Dasar (SD) Negeri Gentong, Kecamatan Gadingrejo, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa 5 November 2019. Seorang guru dan seorang siswa tewas, sementara 11 siswa lainnya mengalami luka-luka.*/ANTARA FOTO
KONFRONTASI - Tragedi bangunan sekolah ambruk terus berulang. Selain menghambat proses kegiatan belajar mengajar, hal tersebut juga tidak jarang menimbulkan korban jiwa. Seperti yang terjadi di SD Negeri Gentong I Kota Pasuruan, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Menyikapi hal itu, Pengamat Pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis (Cerdas) Indra Charismiadji mengatakan, penyebab utama dari kejadian tersebut adalah minimnya komitmen pengelolaan pendidikan dari pemerintah daerah. Berlakunya sistem otonomi daerah membuat wewenang pemerintah pusat dalam mengelola pendidikan nasional semakin terbatas.
“Dilihat dari sisi anggaran saja dulu. Sebanyak 99 persen kabupaten/kota tercatat belum memenuhi amanat UUD 1945. Dana pendidikan yang dialokasikan dari APBD murni setiap daerah kurang dari 20 persen. Kejadian sekolah ambruk menunjukan komitmen pengelolaan pendidikan yang rendah,” kata Indra dihubungi di Jakarta, Minggu, 10 November 2019.
Ia menuturkan, berdasarkan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) tahun 2018, hanya Kabupaten Ogan Komering Ilir (23.79%), Kabupaten Pemalang (21.11%), Kabupaten Bogor (21.00%), Kabupaten Kutai Kartanegara (20.29%), Kabupaten Bangli (20.20%) dan Kabupaten Bandung (20.05%) yang mengalokasikan dana minimal 20% dari APBD murni.
Sementara itu, kab/kota lainnya memasukan dana dari transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah pusat untuk menggenapi minimal 20%. Indra menegaskan, bangunan sekolah ambruk akan terus terjadi selama komitmen dari pemerintah daerah masih rendah. Selain itu, ucap dia, antara pemerintah pusat dan daerah belum memiliki visi yang sama soal pembangunan sumber daya manusia dan pendidikan.
“Mengurus pendidikan dinilai sebagai program yang tidak popular. Karena tidak memiliki dampak instan yang bisa langsung dirasakan layaknya pembangunan infrastruktur. Ini kenapa para politikus juga tidak suka mengurusi pendidikan dengan serius,” katanya.
Investigasi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengaku sudah membetuk tim khusus di bawah Inspektorat Jenderal Kemendikbud untuk mengusut tuntas kasus sekolah ambruk. Ia menyatakan, cara tersebut sebagai satu bentuk komitmen pemerintah pusat dalam pengelolaan pendidikan.
"Seharusnya kita (pemerintah pusat dan daerah) melakukan hal yang lebih baik lagi.Semua harus bergotong-royong memastikan hal ini tidak terjadi lagi. Karena keamanan murid, guru, dan orang tua itu harus nomor satu. Agar siswa bisa belajar dengan aman dan senang,” kata Nadiem.
Ia mengatakan, keamanan dan kenyamanan murid dan guru dalam pembelajaran harus menjadi prioritas pengelolaan pendidikan. Dia meminta agar pemerintah daerah meningkatkan komitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam menghadirkan sekolah aman dan nyaman.
"Dengan azas gotong royong, dengan pemerintah setempat, dengan pemerintah provinsi, dan dengan semua instansi di Kemendikbud, agas bisa memastikan bagaimana menghindari ini (sekolah ambruk) ke depannya. Agar murid dan guru dapat merasa aman belajar di sekolah,” ucapnya.
Nadiem mengaku sudah mendengar kesaksian dari guru dan kepala sekolah yang mengalami langsung rubuhnya atap ruang kelas SDN Gentong I. Menurut dia, sebagian besar guru menyatakan atap ruang kelas rubuh tiba-tiba meskipun tidak menunjukkan adanya kerusakan parah sebelumnya.(Jft/PR)